Mengapa di bahasa Inggris tulisan dan bacaan sering berbeda?

Kaidah penulisan pada suatu bahasa disebut ortografi atau ejaan (seperti PUEBI pada bahasa Indonesia). Ortografi yang menggunakan alfabet Latin disebut ortografi alfabetis. Ortografi alfabetis juga mengatur hubungan antara tulisan dengan pengucapan dalam suatu bahasa. Karena itu, ortografi alfabetis secara garis besar dibagi dua:
  • ortografi fonemis (phonemic/shallow/opaque ortography)
  • ortografi nonfonemis (deep ortography)
Ortografi dikatakan fonemis apabila korespondensi huruf (mari kita sebut grafem) dan lafaznya relatif konsisten satu-satu, atau dengan kata lain satu grafem mewakili satu fonem. Terkadang korespondensinya tidak satu-satu, karena memang tidak ada ortografi bahasa alami yang mutlak fonemis. Ortografi bahasa Indonesia tergolong fonemis karena hampir semua grafem konsisten mewakili satu fonem. Grafem <m> mewakili fonem /m/, <s> mewakili <s>, dst. Pengecualian untuk fonem /ŋ/ yang, selain diwakili <ng>, juga diwakili <nk> seperti pada kata bank.
Sebaliknya, ortografi bersifat nonfonemis apabila korespondensi huruf-lafaznya sebagian besar tidak satu-satu, atau yang biasa disebut tulisan sama bacaan beda-beda. Satu grafem dapat mewakili lebih dari satu fonem, dan satu fonem dapat diwakilkan oleh banyak fonem.
Bahasa Inggris merupakan bahasa yang berortografi nonfonemis. Dalam bahasa Inggris, grafem <c> dapat dilafazkan:
  • /s/ seperti pada kata face, city, dan nice;
  • /k/ pada cat dan picture; dan
  • /ʃ/ pada special;
dan fonem /uː/ dapat dieja:
  • <oo> seperti pada kata food;
  • <u> pada truth;
  • <ui> pada fruit;
  • <ough> pada through;
  • dsb.
Finegan (2014: 77–78) dalam Language: Its Structure and Use[1] menguraikan faktor-faktor yang menyebabkan ortografi bahasa Inggris bersifat sangat nonfonemis atau tulisan sama bacaannya beda-beda, di antaranya:
  1. Bahasa Inggris dalam sejarahnya dipengaruhi oleh beberapa bahasa dengan kaidah ejaan yang berbeda-beda, salah satunya bahasa-bahasa Jermanik dan bahasa Norman-Perancis.
  2. Beberapa ejaan yang digunakan ratusan tahun lalu bertahan sampai sekarang sementara lafaznya telah berubah. Dahulu, grafem <k> pada kata knee dilafazkan. Sekarang sudah tidak dilafazkan lagi tetapi ejaannya masih sama. Grafem <ee> pada kata tersebut dahulu dilafazkan /e:/. Setelah terjadinya Great Vowel Shift sekitar 300–600 tahun yang lalu, lafaznya berubah menjadi /i:/ tetapi ejaan tetap knee.
  3. Bahasa Inggris merupakan bahasa global yang dituturkan di berbagai negara dengan bahasa ibu yang memiliki khazanah fonem berbeda-beda. Terkadang bahasa Inggris yang digunakan di negara lain berkembang secara terpisah dari bahasa Inggris yang dituturkan di Inggris, seperti yang terjadi di Amerika Serikat. Bentuk berbeda yang awalnya hanya digunakan di tempat tertentu dapat meluas dan diadopsi oleh penutur bahasa Inggris di tempat lain.
Ke-nonfonemis-an ortografi bahasa Inggris bisa juga berawal dari kesalahan ejaan yang dilakukan penutur. Kesalahan ini bisa diakibatkan oleh:
  1. Kesalahan tulis secara spontan. Istilah yang trending sekarang adalah typo atau salah mengetik (dalam konteks pesan singkat melalui gawai);
  2. Kurangnya pengetahuan mengenai kaidah ejaan yang benar dalam suatu bahasa (seperti yang terjadi saat penutur bahasa Indonesia tidak mengerti apa itu EYD maupun PUEBI); atau
  3. Penutur dengan sengaja menggunakan ejaan yang berbeda dari ejaan yang sudah umum digunakan (apa pun motifnya). Misalnya, agar terkesan menarik dan lucu, seorang penutur bahasa Indonesia dapat dengan sengaja menulis panqas rambud (pangkas rambut), tercyduk (terciduk), terpelatuque (terpelatuk), jyjyq (jijik), atau bahkan kayax Q l4g1 9alaw nich (kayaknya aku lagi galau nih).
Ketika kesalahan ejaan tersebar luas dan berlangsung dalam waktu yang lama, bisa saja ejaan itu “naik status” dan diterima sebagai ejaan standar yang baru, sementara pengucapan tidak berubah. Kejadian semacam ini pernah terjadi pada bahasa Inggris dengan William Caxton sebagai aktornya.[2]

No comments: